Selasa, 03 Desember 2019

Sepenggal cerita bersama sahabat


Dia Senjaku “Jangan menangis, yang terbaik pasti akan kembali”. Sepenggal kata-kata itu sedikit menenangkanku, meskipun setelahnya aku kembali terisak. Telapak tangan lembut tiba tiba mendarat di pundakku. Dengan tekad untuk meredam tangisku. Sudah sejam lebih aku menyandarkan pipiku di bangku pojok belakang kelas. Menutupi muka dengan kedua tanganku, terisak dan penuh sesal. Sia sia rasanya, menangisi seseorang yang tak akan pernah tau bagaimana rasanya ada di posisiku. Tingkahku mengundang tanya para penghuni kelas, untung saja hari ini jamkos, jadi aku leluasa untuk menumpahkan air mataku.

Perkenalkan, namaku Chaca. Siswa kelas XII di SMK Nusa Bangsa. Dan yang mengusap pundakku tadi adalah Rendy, cowok yang menjadi teman sekelasku. Yang akhir-akhir ini berubah menjadi seseorang yang selalu ada untukku, mendengarkan segala keluh kesahku terutama tentang si doi. Dan doi yang kusebut sebut menjadi alasan tangisku tadi adalah Rio, cowok kelas sebelah yang berbeda kejuruan denganku. Ia manis, lugu, dan pintar, namun sayangnya ia tak terlalu pintar untuk mengerti perasaan cewek sepertiku. Rio sudah kukenal sejak kelas X, dan tiba tiba saja aku menaruh hati padanya. Instan saja, waktu bergulir cepat dan nyatanya rasa itu masih sama. Namun datar saja rasanya. Kami hanya akrab di chat, namun biasa saja waktu bertemu.

Bahkan layaknya orang yang tak pernah mengenal. Rio terkenal dengan sejuta fansnya di sekolah, mulai dari adek kelas hingga cewek seangkatan, dari jurusan A-Z kukira setiap kelas ada yang menaruh hati padanya. Sikapnya yang baik, perhatian membuat kebanyakan cewek jadi salah mengartikan. Tak tau saja, hal itu dilakukan kepada semua cewek. “Satu untuk semua”Mungkin julukan itu yang kiranya pantas untuk disematkan kepada Rio. Dia baik kepadaku, namun baik juga kepada yang lain. Saat aku ingin menjauh tiba-tiba ia bak datang dengan memukau untuk menahanku pergi. Tapi ia semu, ada namun seperti tak ada. Tiap kali menjadi bayang-bayang yang sulit untuk ku gapai. “Udah cha, jangan nangis. Kalau kamu sedih aku juga ikutan sedih. Kamu harus tegar. Banyak cowok diluar sana yang masih sayang sama kamu. Tenang aja, dunia luas kok.” Ucap Rendy yang membuat telingaku agak geli. Ternyata cowok kaya dia juga bisa perhatian ke aku.

Rendy, cowok terbaik dan terajin yang pernah aku kenal. Dia gak nakal seperti halnya kebanyakan cowok. Tapi ia juga bukan orang yang pendiam, lebih terkesan humoris. Setiap hari aku selalu terpingkal-pingkal hanya dengan mendengarkan pembicaraannya dengan teman sekelas. Dia jomblo, tapi belum bisa move on dari mantannya. HahaHari ini tepat wisuda kelas XII digelar. Sedari pagi aku sibuk menyiapkan semuanya. Mulai dari kebaya, make-up dan lain lain yang membuatku ribet. Gak krasa sudah 3 tahun aku menempa ilmu di sekolah ini, berbagai kisah tlah ku lalui dengan tangis dan tawa. Finally, hari ini resmi dilepas dari SMK Nusa Bangsa.

Di gedung yang cukup luas ini banyak terlukis tawa-tawa bahagia sekaligus haru. Mungkin tak banyak yang tau, sedih itu ada. Tak akan lagi ada tawa tawa konyol penghias kelas, tak akan ada lagi debat yang terjadi karena hal-hal sepele. Cerita cinta di sekolah akan berakhir hehe. Bagi yang punya aja. “Cha, selamat yaa!”Aku merasakan seseorang seberang sana tengah memanggilku, dan spontan aku menoleh. Kau tau itu siapa? Itu Rio. Ah rasanya perasaanku tak karuan dibuatnya. Senyum-senyum yang berkembang di sela sela bibirku. Aku hanya menguntai senyumku tanpa melempar balasan ke Rio.Prosesi wisuda tlah mencapai acara puncaknya, semua siswa bergantian menuju panggung untuk dipindahkan tali di topinya.

Selesai sudah giliranku dan aku menuju tempat dudukku kembali. Disana aku menguntai tawa dan berfoto foto bersama 2 sahabatku, Rendy dan Aira. “Cha, udah ngasih selamat belum? Rendy ketrima di poltek negeri loh.”“Oh iya ren?” Tanyaku pada Rendy yang berada di sampingku.Rendy hanya mengulas senyum tipisnya dan malah berkata“Kamu nggak masuk Cha, udah aku check kan tadi.’“Oh? Yaudah gapapa. Belum rezekinya.Seketika nyaliku menciut, batinku tak tenang lagi. Dan bulir air mataku tiba-tiba meronta ingin keluar. Hatiku tiba-tiba gelisah, separuh jiwaku tiba-tiba luruh. Sejak Aira memberitahuku tentang masuknya Rendy di Poltek Negeri, tiba-tiba rasanya berbeda. Bukan karena aku tidak masuk sedangkan Rendy masuk, bukan itu. Tapi ada rasa kecil yang tak ku ketahui apa itu namanya.

Poltek Negeri yang menjadi incaran Rendy berada di seberang Pulau Jawa ini, tepatnya Kalimantan. Itu artinya sebentar lagi ia akan beranjak meninggalkan Pulau Jawa ini, dan kesempatan bertemu pun semakin sempit. “Cha, aku besok sabtu tanggal 12 Mei berangkat.”Deg! Ada secarik pesan pesan yang membuatku pedih seketika. Tiba-tiba air mataku mengalir begitu derasnya. Aku merasakan sesak yang teramat, kepalaku tiba-tiba pusing. Dan kesadaranku memudar, aku menangis sejadi-jadinya. Rendy memutuskan untuk berangkat sabtu depan, hanya berkisar 3 hari dari sekarang. Hari ini tanggal 9 Mei. “Apa mungkin tadi lambaian terakhir dari Rendy untukku? Sebagai salam perpisahan? Lalu mengapa aku sesedih ini? Apa berartinya dia untukku? Bukankah ia hanya sebatas temanku?” Batinku.

Berjam-jam aku menangis dengan rasa yang tidak jelas ini. Aku begitu takut, takut sekali jika Rendy pergi. Nampaknya rasaku sudah berubah menjadi perasaan lain, rasa sayang tepatnya. Aku takut kehilangan dirinya, takut jika ia meninggalkanku. Apakah ia senjaku? Aku nyaman saat berada di dekatnya, aku menjadi diriku sendiri saat berada disampingnya. Tak ada rasa canggung sedikitpun jika aku tlah bersamanya. Persahabatan kami mungkin baru saja terjalin, tapi benar-benar ada. Baru kali ini aku mempunyai sahabat laki-laki yang begitu mengertiku. Aku tak malu jika harus menceritakan masalahku padanya.

Cha? Kok nggak dibales? Kamu kenapa? Aira bilang kamu nangis. Kenapa? Rio berulah apa lagi?”Aku nggak apa-apa. Congrats ya Ren, sukses selalu. “Pagi ini aku terurai air mata, malam tadi Rendy tlah menguntai kata-kata perpisahannya. Dan aku pun mencurahkan segala doa-doa serta pintaku padanya. Ia berkata, ia pergi tak akan selamanya dan ia pergi hanya untuk sementara. “Cha, ada temenmu tuh.” Suara ibu memanggilku di tengah sholatku. Aku bergegas keluar kamar dan mengintip dari sela jendela. Dan ternyata Rendylah yang datang. Hatiku bahagia sekaligus tercengang. Senjaku datang. Ia tak jadi pergi? Lalu kemana Rendy? Ternyata ia bersembunyi di balik tembok.

Ia datang dengan senyumnya. Ia datang dengan rona indahnya, senjaku datang. Tangisku berhari-hari tergantikan dengan tawa bahagia bersamanya. Lantas untuk apa ia bilang akan pergi hari ini? Kau tau untuk apa? Ia melakukannya hanya ingin tau seberapa besar rasa sayangku padanya. Ia tak menyangka jika ada seseorang yang menangis hanya karena takut kehilangannya. Darinya aku sadar, bahwa rasa sayang tak selamanya bisa kita atur. Kita suka melihat dia, otomatis kita sayang padanya. Tidak. Terkadang rasa sayang itu tumbuh karena terbiasa, rasa nyaman yang kemudian berubah menjadi rasa sayang. Terimakasih senjaku, karenamu hidupku sempurna dan lebih berwarna.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar